Jumat, 06 Mei 2011

Hinata's Upside Down Life (chapter 7)

.
.
Bel pulang akhirnya berbunyi. Hinata mengemas barangnya dengan cepat. Dia ada janji dengan Gaara. Tapi bukan kencan. Hanya ingin menanyakan sesuatu. Tentang si Uchiha Sasuke tentunya. Namun perjalanan keluar tidaklah terlalu mulus.
"Minggir!" perintah Sasuke yang merasa jalannya dihalangi oleh Hinata.
"Memangnya kau pikir jalan di kelas ini adalah milikmu?" tanya Hinata yang langsung menutup mulutnya. Jangankan jalan di kelas mereka, seluruh sekolah ini adalah milik Uchiha. Dan Hinata baru ingat tentang hal itu.
Sasuke merendahkan tubuhnya setinggi Hinata dan berbisik di telinganya. "Jalan ini memang milikku."
Wajah Hinata memerah. Bisikan Sasuke di telinganya membuatnya sedikit merinding. 'Dia benar-benar menyeramkan,' pikir Hinata.
.
.
Bel pulang akhirnya berbunyi. Hinata mengemas barangnya dengan cepat. Dia ada janji dengan Gaara. Tapi bukan kencan. Hanya ingin menanyakan sesuatu. Tentang si Uchiha Sasuke tentunya. Namun perjalanan keluar tidaklah terlalu mulus.
"Minggir!" perintah Sasuke yang merasa jalannya dihalangi oleh Hinata.
"Memangnya kau pikir jalan di kelas ini adalah milikmu?" tanya Hinata yang langsung menutup mulutnya. Jangankan jalan di kelas mereka, seluruh sekolah ini adalah milik Uchiha. Dan Hinata baru ingat tentang hal itu.
Sasuke merendahkan tubuhnya setinggi Hinata dan berbisik di telinganya. "Jalan ini memang milikku."
Wajah Hinata memerah. Bisikan Sasuke di telinganya membuatnya sedikit merinding. 'Dia benar-benar menyeramkan,' pikir Hinata.
ARA!
Hinata mengambil note book dan penanya dari tas. Lalu menuliskan sebuah kalimat.
4. Uchiha Sasuke is Horrible
Seperti biasa. Hinata membuat karikatur wajah menyeramkan di bawah tulisannya.
"Apa yang kau tulis?" tanya Sasuke. Dia masih penasaran.
"Tugas dari Kakashi-sensei," jawab Hinata sambil tersenyum dan kemudian berlalu meninggalkan Sasuke.
"Kenapa lama sekali keluarnya?" tanya Tenten yang sudah keluar duluan dari kelas.
"Mengerjakan tugas" jawab Hinata yang masih tersenyum.
"Kau tidak ingin pulang bersamaku?" ajak Tenten.
"Kau duluan saja. Aku ingin bertemu dengan Gaara sebentar," jawab Hinata.
"Oh. Ya sudah kalau begitu. Aku duluan ya," ucap Tenten sambil melambaikan tangannya.
Hinata membalas lambaian tangan Tenten dan beranjak ke lapangan basket. Tempat di mana Gaara menyuruhnya untuk menemuinya sepulang sekolah.
Sasuke melihat dari jauh Hinata yang sedang menghampiri Gaara.
'Gaara? Bagaimana Hyuuga bisa kenal dengan Gaara?' tanya Sasuke dalam hati.
Dia sedang berada di atap sekolah saat istirahat tadi. Sehingga Sasuke tidak mengetahui tentang pertandingan basket antara Hinata dan Gaara.
"Ayo kita pulang Sasuke," ajak Sai yang tiba-tiba muncul.
Sepertinya pemuda yang satu ini suka sekali muncul secara tiba-tiba.
'Tch! Kenapa aku harus peduli dengan gadis Hyuuga itu.' Sasuke kemudian mengikuti langkah Sai menuju mobil yang menjemput mereka.
"Maaf membuatmu menunggu," sapa Hinata saat menghampiri Gaara yang sedang duduk di pinggir lapangan.
"Tidak masalah," jawab Gaara sambil tersenyum. "Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Begini. Aku dapat tugas dari Kakashi-sensei. Mendeskripsikan seorang Uchiha Sasuke," jelas Hinata.
Gaara tertawa mendengarnya. Kenapa Kakashi harus memberikan tugas sekonyol itu kepada siswi baru ini. Pasti Kakashi memiliki maksud tertentu.
"Apa hanya kau yang mendapat tugas ini?" tanya Gaara.
Hinata menggeleng. "Sasuke juga."
Benar dugaannya. Kakashi memang memiliki maksud tertentu terhadap mereka berdua.
"Apa saja yang sudah kau buat?" tanya Gaara lagi.
Hinata menyerahkan note book-nya. Gaara tertawa makin keras saat melihat isinya.
"Sepertinya tidak berjalan dengan baik ya?" Gaara mengejek.
"Makanya itu aku membutuhkan bantuanmu. Kau pasti tahu tentang dia kan?" tanya Hinata.
"Ya. Aku memang berteman dekat dengan Uchiha Brothers itu. Namun aku tidak bisa membantu banyak. Aku hanya bisa menceritakan beberapa hal dan memberi saran. Yang mana dulu yang kau inginkan?" jawab Gaara seraya balik bertanya.
"Cerita dulu," jawab Hinata cepat.
"Aku tidak tahu ini bisa masuk hitungan atau tidak. Tapi Sasuke itu adalah tipe orang setia," Gaara memulai ceritanya.
"Meskipun banyak gadis yang menyukai dia dan Sai, tapi mereka tidak pernah berpaling. Seperti Sai. Sejak kecil dia hanya menyukai satu orang gadis. Gadis itu adalah teman dekatnya. Meski tidak pacaran, tapi mereka selalu terlihat bersama. Namun sekarang gadis itu sedang melakukan perjalanan keliling dunia untuk memberikan seminar di bidang botani. Dia gadis yang sangat mencintai lingkungan. Sai mengaku padaku masih sering berhubungan dengan gadis itu. Tapi Sasuke bilang, gadis itu sudah lama tidak memberi kabar kepada Sai. Namun Sai tetap saja tidak pernah berkencan dengan gadis lain," jelas Gaara.
"Kalau Sasuke bagaimana?" tanya Hinata yang mulai tertarik dengan cerita Gaara.
"Kekasihnya . . . dinyatakan meninggal setahun yang lalu akibat kecelakaan. Mobil yang dikendarainya tenggelam di sungai. Mobilnya ditemukan, namun jasadnya tidak. Mereka sudah melakukan pencarian selama satu tahun terakhir ini. Tapi hasilnya nihil. Mereka mulai menyerah dan akhirnya menyatakan kalau gadis itu sudah meninggal. Sasuke benar-benar terpukul. Aku sama sekali tidak pernah melihat dia dekat dengan gadis lain sejak saat itu," lanjut Gaara.
Hinata terdiam. Dia tahu benar bagaimana rasanya patah hati. Namun dirinya, Sai, dan Sasuke memiliki kisah yang berbeda. Tapi tetap saja yang namanya patah hati itu sangat menyakitkan.
"Mungkin hanya itu yang bisa ku ceritakan. Dan mengenai saranku, kenapa tidak berkencan saja denganku?" goda Gaara.
Ekspresi Hinata langsung berubah. "Tidak. Terima kasih," ucap Hinata.
"Eh, tunggu-tunggu! Aku hanya bercanda."
Gaara menahan lengan Hinata yang sudah berniat untuk pergi.
"Aku hanya ingin menyarankan, lebih baik kau bicara dengan Kakashi-sensei tentang masalah ini. Minta tenggang waktu darinya. Mengingat kau adalah siswi baru, ini bukanlah hal yang gampang," kata Gaara.
"Mm. Benar juga," Hinata mengiyakan.
"Arigatou Gaara-san!" ucap Hinata sambil membungkuk.
"Panggil Gaara saja."
"Ah, iya. Arigatou Gaara-kun."
"Ya, setidaknya itu lebih baik."
Hinata menentukan orang yang akan dia temui selanjutnya.
Kakashi-sensei.
Namun sebelum dirinya benar-benar pergi, Gaara memanggilnya lagi.
"Cobalah berteman dengan Sasuke."
.
.
.
"Kenapa belum pulang Ms. Hyuuga?" sapa Kakashi saat Hinata menemuinya.
"Panggil Hinata saja Sensei. Saya ingin minta tenggang waktu untuk mengumpulkan tugas saya," pinta Hinata.
"Oh. Tentang tugas itu ya. Tapi itu kan masih seminggu lagi."
"Saya tidak yakin bisa menyelesaikannya dalam waktu seminggu."
"Baiklah. Kalau begitu serahkan saja saat kamu sudah menyiapkannya," Kakashi mengambil keputusan.
"Benarkah. Arigatou Sensei!"
Hinata tertawa girang. Rasanya ingin sekali dia memeluk gurunya yang tampan itu. Tapi sebuah suara menghentikan niatnya.
"Belum pulang Kakashi-kun?" tanya seorang wanita.
"Sebentar lagi Hana. Siswiku ini sedang membicarakan tentang tugasnya," jawab Kakashi lembut.
"Sepertinya aku belum pernah melihat gadis ini," kata Hana.
"Dia adalah siswi baru di sekolah ini. Dia baru masuk hari ini. Tentu saja tidak menyenangkan jika di hari pertamanya dia sudah masuk UKS," jelas Kakashi.
"Wah! Dia manis sekali. Saya Kimujun Hana. Saya dokter di sekolah ini," Hana memperkenalkan dirinya kepada Hinata.
"Hyuuga Hinata," jawab Hinata sambil membungkuk seperti biasanya. Dia merasa pinggangnya mau patah karena melakukan hal ini berkali-kali.
"Pulanglah Hinata. Dan ada satu saran untukmu. Cobalah berteman dengan Uchiha Sasuke. Maka tugasmu akan bisa cepat selesai," saran Kakashi.
'Kenapa saran Kakashi-sensei bisa sama dengan Gaara?' Hinata bingung.
"Tugas apa?" tanya Hana pada Kakashi.
"Akan ku jelaskan dalam perjalanan pulang," jawab Kakashi sambil menarik tangan Hana untuk berjalan bersamanya.
"Sampai jumpa Hinata," ucap mereka serentak.
Hinata hanya tersenyum melihat kedua gurunya. 'Mesra sekali,' pikirnya.
.
.
.
Sasuke sampai di rumahnya. Dia mengacuhkan pelayannya yang menyuruhnya untuk makan siang.
"Nanti saja. Aku ingin istirahat sebentar," ucapnya seraya masuk ke kamar.
Sasuke memang tidak pernah menikmati waktu makannya. Karena dia harus melakukannya sendirian. Orang tuanya jarang sekali berada di rumah. Berbeda dengan orang tua Sai yang mengurus bisnis Uchiha di Jepang, orang tua Sasuke mengurusi bisnis Uchiha di luar negeri. Ibunya ikut bersama ayahnya. Sasuke juga diajak bersama keluarganya, namun dia lebih memilih untuk menetap di Jepang. Karena dia tidak ingin meninggalkan gadis yang sangat dicintainya. Gadis, yang sekarang justru meninggalkannya.
Sasuke duduk di tepi ranjangnya. Di samping ranjangnya terdapat sebuah meja. Sasuke membuka laci meja tersebut dan mengambil beberapa lembar foto dari dalam laci. Foto-foto tentang masa lalunya bersama seorang gadis, yang sudah mengisi hatinya sejak mereka masih duduk di bangku SMP.
Sasuke ingat sekali saat dia meminta gadis itu untuk menjadi pacarnya. Dia tidak menyangka kalau mereka bisa menjalani hubungan lebih dari 3 tahun. Sasuke bahkan sempat berikrar bahwa gadis ini adalah cinta pertama dan terakhirnya.
Namun kecelakaan itu mengubah segalanya. Ternyata mereka berpisah dengan cara yang lain. Cara yang benar-benar membuat Sasuke hampir kehilangan semangat hidup. Dia bahkan sempat mengalami insomnia. Karena setiap dia tidur, dia akan bermimpi buruk tentang gadis itu. Akhirnya Sasuke diberikan terapi selama beberapa minggu untuk menekan mimpi buruknya.
Cara itu terbukti cukup berhasil. Sasuke akhirnya bisa tidur dengan nyenyak, walaupun bayangan tentang gadis itu tidak pernah hilang dari ingatannya. Bahkan sampai hari ini. Jika saja kecelakaan itu tidak terjadi, hubungan mereka sudah genap 4 tahun sekarang. Dan seharusnya Sasuke merasa bahagia hari ini, bukan bersedih.
Sasuke berbaring di atas ranjangnya dan memejamkan matanya. Setiap hembusan nafasnya mengingatkannya pada nama gadis yang masih sangat dicintainya. Dan meskipun matanya terpejam, dia bisa melihat wajah gadis itu sedang tersenyum padanya. Namun dirinya merasa sedikit terusik. Karena ada bayangan lain yang ternyata mencoba masuk ke dalam pikiran Sasuke.
Hyuuga Hinata.
Kenapa tiba-tiba Sasuke mengingat nama itu? Dia memang berbeda dengan gadis lain. Dia tipe gadis pemalu yang bisa menjadi sangat kuat jika keadaan mendesaknya. Sasuke membuka matanya.
'Kenapa aku bisa memikirkan gadis Hyuuga itu?' Sasuke hanya menggeleng.
"Konan," bisiknya pelan.
.
.
.
Hinata merebahkan tubuhnya di atas kasur. Hari yang panjang dan melelahkan sepertinya masih enggan untuk berakhir. Dia meraih note book di dalam sakunya dan kembali membacanya.
'Apa aku memang harus berteman dengannya?'
Sesaat Hinata terpikir akan Naruto. Biasanya Naruto selalu mampir ke rumahnya saat pulang sekolah seperti ini. Dia juga akan menemani Hinata makan siang saat ayahnya berada di kantor. Tapi hari ini terasa sangat berbeda. Dia harus beradaptasi dengan cepat. Dia tidak mau terus-terusan memikirkan masalah itu.
Jika saja kejadian malam itu tidak terjadi, mungkin sekarang dia masih berada di rumahnya, masih bermain dengan sahabatnya, masih berpacaran dengan Naruto. Hinata menggelengkan kepalanya. Dia berusaha berhenti memikirkan tentang hal itu.
Hinata kembali melihat note book di tangannya. Semua dipenuhi dengan nama Uchiha Sasuke. Dia kembali mengingat sosok Sasuke dan Sai. Mereka terlihat mirip. Sama-sama tampan, berkulit pucat, memiliki bola mata dan rambut yang hitam. Namun Hinata merasa bahwa Sai jauh lebih menyenangkan dibanding Sasuke. Dia terlihat lebih ramah jika dibandingkan dengan Sasuke yang arogan. Tapi kenapa hanya nama Sasuke yang sering terngiang-ngiang di benaknya.
"Huff. Pasti karena tugas ini. Aku harus menyelesaikannya dengan cepat agar aku bisa melupakannya dengan cepat pula."
Hinata tidak menyambung gerutunya saat ponselnya berbunyi. Ada panggilan masuk ternyata. Dan itu dari Temari.
"Moshi-moshi," Hinata menjawab teleponnya.
"Aku tidak menyangka kau benar-benar putus dengan Naruto," Temari berbicara di ujung telepon.
"Ya. Dan tanpa alasan yang jelas," Guren menyambung.
'Pasti teleponnya di-handsfree,' pikir Hinata.
"Sebenarnya ada apa Hinata? Ceritakan pada kami." Tampaknya hanya Tayuya yang masih memiliki akal sehat.
"Aku sudah bilang tidak ada apa-apa," jawab Hinata.
"Kenapa kau kejam sekali Hinata. Satu hari ini Naruto terlihat sangat murung. Dan itu pasti karena hubungan kalian yang telah berakhir," jelas Temari.
Hinata hanya tertawa lirih.
"Kenapa kau tertawa? Kau senang ya melihat Naruto seperti itu?" tanya Guren tak sabaran.
Hinata hanya diam. Ingin sekali rasanya dia menjawab 'Ya'.
"Ayolah Hinata. Aku tahu kau pasti punya masalah dengan Naruto. Kenapa tidak menceritakannya kepada kami?" hanya Tayuya yang masih mampu mengendalikan emosinya.
Tidak. Hinata tidak boleh menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia tidak mau pandangan orang lain berubah kepada Naruto karena masalah ini. Dengan kata lain, Hinata harus melindungi Naruto. Meskipun dia yang akhirnya dibenci oleh sahabatnya. Toh dia juga sudah pindah sekolah. Pasti hal itu tidak akan berpengaruh besar.
"Kau ingin bilang kalau itu bukan urusan kami?" Temari menyela.
"Ya," jawab Hinata pelan dan menutup teleponnya.
Dia kemudian menon-aktifkan ponselnya. Sepertinya dia perlu mengganti nomor ponselnya. Dia benar-benar ingin meninggalkan masa lalunya jauh di belakang mulai dari detik ini.
Padahal baru saja dia merasa luar biasa hari ini. Dia banyak melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Dia melupakan norma-norma sebagai seorang Hyuuga yang selalu dingin, diam, sabar. Dan itu semua tidak berlaku hari ini. Tapi kenapa dirinya yang sedang di atas angin kini harus jatuh lagi gara-gara sebuah nama, yang sebenarnya belum mampu dia lupakan seluruhnya.
"Naruto," bisiknya pelan.
.
.
.
Naruto melirik jam dindingnya.
11.30.
Sudah jam segini, tapi matanya masih enggan untuk terpejam. Menjemput mimpi pun sepertinya menjadi hal yang sulit. Ada hal yang terus berkecamuk di pikrannya. Dan hal itu tidak mau pergi. Bayangan kejadian pada Sabtu malam ketika Hinata memergoki dirinya dengan Sakura. Di malam saat Sakura berniat untuk menepati janjinya. Janji yang hanya berlaku bagi orang yang belum berpikiran dewasa.
Naruto tahu dirinya merasa menyesal. Masih banyak cara yang bisa dilakukan Sakura untuk membalas kebaikannya. Tapi kenapa Naruto harus setuju dengan cara yang itu. Dia memang masih terlalu muda dan belum mampu berpikir secara matang. Meskipun keputusan-keputusan yang terlahir dari pemikirannya sebagai pemimpin selalu menjadi keputusan yang jitu dan tak pernah salah.
Tapi mengapa? Mengapa saat berhubungan dengan soal asmara, Naruto justru mengambil keputusan yang salah. Keputusan yang akhirnya menyakiti Hinata, gadis yang sudah menjadi pacarnya selama hampir 2 tahun. Namun jika boleh jujur, Naruto sama sekali tidak mencintai Hinata. Mungkin hanya sebatas sayang. Entah sayang terhadap teman, atau adik perempuan.
Hinata adalah sosok gadis pemalu nan polos. Dia bahkan tidak pernah menyakiti perasaan orang lain. Sikapnya yang selalu menenangkan orang lain, membuatnya menjadi mustahil untuk dibenci. Karena itu tidak sulit bagi Naruto untuk berbuat baik dan bersikap selayaknya seorang pacar bagi Hinata. Setidaknya semua orang juga mengakui kemesraan mereka sebagai sepasang kekasih.
Sedari dulu Naruto sudah merasa bersalah kepada Hinata. Kenapa dia tidak mampu membalas cinta Hinata yang begitu tulus untuknya. Dia ingat sekali Hinata selalu memperhatikan dirinya dari kejauhan. Namun gadis itu tidak pernah berani muncul di hadapannya. Wajahnya yang selalu memerah jika Naruto ada di dekatnya. Memainkan kedua telunjuknya secara bersamaan saat Naruto sedang mengajaknya bicara. Hanya Naruto yang ada di hatinya.
Bahkan saat Naruto melihat senyum bahagia Hinata saat dia memperlakukan Hinata sebagai pacarnya, membuat Naruto semakin merasa terpojok. Karena sesungguhnya itu semua hanyalah kepalsuan. Kepalsuan yang telah dirancang olehnya dan Sakura sejak pertama kali Naruto menceritakan kepada Sakura bahwa sang calon pewaris Hyuuga adalah pemuja rahasianya.
Naruto sadar bahwa ini adalah sesuatu yang tidak baik. Tapi dia telah buta. Buta oleh cintanya terhadap Sakura. Gadis yang sejak pertama kali Naruto mengenal cinta, sudah ada di hatinya. Bahkan hingga sekarang. Dia rela melakukan apa saja untuk Sakura. Meskipun dia tidak bisa memiliki Sakura seutuhnya, setidaknya Sakura memiliki sedikit ruang di hatinya akan kehadiran Naruto. Baginya, itu sudah cukup.
Usia yang sedikit jauh berbeda membuat Naruto tidak bisa berharap banyak dari Sakura. Ia ingat betul perkataan Sakura kemarin malam.
Memangnya apa yang bisa kau berikan untukku selain hatimu?
Naruto tertawa lirih. Ingin saja rasanya dia menjadi pemilik dari uang yang beredar di seluruh dunia ini, dan memberikannya kepada Sakura. Apapun, agar Sakura bisa menjadi miliknya. Hanya miliknya. Dan bukan milik Hyuuga Hiashi. Orang yang sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri. Karena Hiashi telah mempercayakan Naruto untuk menjaga Hinata.
Sepertinya malam ini, kedua nama gadis ini terus berperang untuk mendominasi di dalam pikiran Naruto yang sudah cukup lelah satu hari ini. Sakura tidak menghubunginya, begitu pula Hinata. Apa Hinata betul-betul sudah melupakannya?
Bodoh!
Apa lagi yang dia harapkan dari Hinata. Tentu saja Hinata sudah patah hati. Jika boleh memilih, mungkin dia akan mencampakkan Naruto dari dunia yang dia tinggali. Tapi itu tidak mungkin. Selama mereka masih tinggal di bawah langit yang sama, mereka pasti akan bertemu lagi. Meski telah menjadi sosok yang berbeda.
Naruto menutup wajahnya dengan bantalnya. Berharap kantuk akan segera datang dan menelannya ke dalam tidur yang nyenyak. Sudah hampir tengah malam. Namun insomnialah yang mungkin akan menjadi temannya malam ini.
"Sakura," bisiknya pelan.
.

Hinata's Upside Down Life (chapter 6)

Hinata berjalan dengan malas dan duduk di salah satu bangku yang mengarah ke lapangan basket sekolah. Bisa dia lihat beberapa siswa sedang bermain di sana. Blazer mereka letakkan sembarangan di pinggir lapangan. Meskipun ada lebih dari 5 orang yang bertanding di satu lapangan, tapi Hinata hanya melihat satu orang yang benar-benar bermain dengan bagus. Caranya men-dribble bola, mencetak poin, sungguh menawan.
Dia jadi ingin bermain basket lagi. Terakhir kali dia bermain basket adalah saat latihan mingguan bersama Temari. Dan itu sudah lama sekali.
Hinata berjalan dengan malas dan duduk di salah satu bangku yang mengarah ke lapangan basket sekolah. Bisa dia lihat beberapa siswa sedang bermain di sana. Blazer mereka letakkan sembarangan di pinggir lapangan. Meskipun ada lebih dari 5 orang yang bertanding di satu lapangan, tapi Hinata hanya melihat satu orang yang benar-benar bermain dengan bagus. Caranya men-dribble bola, mencetak poin, sungguh menawan.
Dia jadi ingin bermain basket lagi. Terakhir kali dia bermain basket adalah saat latihan mingguan bersama Temari. Dan itu sudah lama sekali.
Hinata memperhatikan dengan seksama siswa yang bermain dengan bagus itu. Rambutnya berwarna merah. Dalam hati Hinata bergumam, 'Lagi-lagi orang berambut merah.' Keringat mengalir dari dahinya yang memiliki tato bertuliskan 'Ai'. Hinata heran. Kenapa pihak sekolah mengizinkan siswanya tatoan. Sekolah ini benar-benar aneh pikirnya.
Bicara soal aneh, note book yang dipegang Hinata juga menunjukkan keanehan. Dari 20 nomor yang dia harapkan, hanya 2 saja yang berisi tulisan.
1. Uchiha Sasuke is handsome
2. Uchiha Sasuke is cool
Hinata menghembuskan nafas panjang. Bertanya kepada siswi lain tidak membuahkan banyak hasil. Saat Hinata bertanya 'Apa pendapatmu tentang seorang Uchiha Sasuke?' kepada mereka, yang mereka lakukan pertama kali adalah berteriak 'Kyaaa, Sasuke-kun!', kemudian menjawab dengan salah satu tulisan di atas, lalu bertanya 'Kenapa kau menanyakan hal itu?'. Setiap selesai bertanya kepada siswi-siswi itu, Hinata akan menjelaskan bahwa itu adalah tugas dari Kakashi-sensei. Dan setelah itu, siswi-siswi yang ditanyai Hinata pasti akan berteriak lagi 'Kyaaaa, Kakashi-sensei!'.
Hinata sempat kepikiran untuk menyumbat lubang telinganya jika bertanya lagi kepada siswi lain. Tapi Hinata mengurungkan niatnya saat perutnya keroncongan. Dia belum ada makan setelah sarapan tadi pagi. Tiramisu yang dibelinya bersama Tenten juga sudah berserakan di lantai kantin dan sebagian telah mengotori kemeja Sai. Seharusnya dia tidak membiarkan Tenten membawa tiramisu milik mereka berdua sendirian.
Hinata menutup note book-nya yang hanya seukuran dompet dan menyimpannya di saku blazernya. Dia harus makan agar punya tenaga untuk menyelesaikan tugasnya. Hinata tidak sadar kalau beberapa orang sedang mengikutinya dari belakang. Tidak pingsan saja sudah syukur.
Hinata meletakkan semua makanan yang dibelinya di atas sebuah talam. Setelah membayarnya, Hinata beranjak untuk mencari tempat duduk. Namun langkah Hinata terasa ganjil karena ada kaki yang menghalangi jalannya.
BRUUUKK
Seluruh penjuru kantin diisi riuh tawa oleh para siswa. Hinata menyadari apa yang sedang terjadi dan segera bangkit. Di depannya, Karin dan beberapa orang di belakangnya sedang menertawakan dirinya. Baru saja Karin menyandung kaki Hinata sehingga dia dan talam berisi makanan yang dibawanya jatuh ke lantai. Lagi-lagi, makanannya berserakan di lantai.
"Uups. Aku tidak sengaja," ucap Karin sambil meninggalkan Hinata dan diikuti oleh teman-temannya.
Hinata mulai lemas. Hampir saja dia pingsan saat jatuh tadi. Tapi dia berhasil bangkit karena ada perasaan yang membantunya untuk berdiri. Perasaan yang tidak ingin dipermalukan. Hinata melempar pandangannya ke seluruh sisi kantin. Dia butuh sesuatu yang segar. Akhirnya dia menemukan sebuah juice bar di salah satu sudut kantin. Hinata mengambil langkah cepat sebelum dirinya benar-benar ambruk.
"1 large orange juice," Hinata memesan jusnya.
Sepertinya Hinata benar-benar haus sehingga dia memesan jus dengan cangkir paling besar. Setelah membayar jusnya, Hinata tidak langsung meminumnya. Dia memperhatikan jus yang ada di tangannya. Tidak terlalu lama sampai sebuah ide melintas di otaknya dan sebuah senyuman terlukis di wajahnya.
Hinata melangkah menjauhi juice bar. Namun dia tidak menuju pintu keluar kantin. Dia justru menuju arah meja tempat Karin dan teman-temannya, atau lebih tepatnya pengikut-pengikutnya duduk. Mereka sedang asyik bergosip ria. Sepertinya membahas tentang Uchiha Brothers. Mereka sama sekali tidak menyadari akan kehadiran Hinata di dekat meja mereka.
Hinata mempergunakan kesempatan ini dengan baik. Dia mengarahkan cangkir jusnya di atas kepala Karin. Tanpa ragu, Hinata membalikkan cangkir di tangannya dan mengguyur Karin dengan jusnya.
Karin sempat sedikit memekik yang menyebabkan perhatian di seluruh kantin tertuju padanya. Mata mereka membelalak. Tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Hinata si siswi baru sedang mengguyur Karin si siswi populer dengan cairan yang keluar dari cangkir yang digenggamnya.
Setelah merasa guyuran air telah berhenti, Karin memutar kepalanya untuk melihat Hinata yang berdiri tepat di belakangnya dengan tampang makhluk tak berdosa. Tapi dari cangkir yang masih dipegangnya, Hinata menjadi satu-satunya tersangka yang sudah membuat rambut Karin basah kuyup.
Hinata mengakhiri balas dendamnya dengan menjatuhkan cangkir jus yang sudah kosong dan mengenai kepala Karin.
"Ouch!" rintih Karin.
Sebenarnya cangkir jus itu hanya terbuat dari bahan plastik. Sangat ringan sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit jika benda itu jatuh ke kepalamu. Namun tindakan Karin tidaklah berlebihan. Bagaimanapun juga jika seseorang sedang dipermalukan, cangkir yang jatuh ke kepala bisa sama rasanya dengan bom yang jatuh di Hiroshima dan Nagasaki.
"Uups. Tanganku terpeleset," ucap Hinata santai dengan puppy eyes-nya.
Karin hanya bisa menggeram. Hinata menahan tawanya. Hinata kemudian berbalik dan melangkah ala model catwalk menuju pintu keluar kantin.
Kali ini Hinata tidak canggung dengan perhatian dari siswa siswi lain di dalam kantin. Dia justru merasa luar biasa. Kantin yang tadinya sempat sepi sekarang ramai dengan bisik-bisik di antara para siswa.
"Itu siswi baru kan?"
"Dia punya nyali ya melawan Karin."
"Sepertinya kita punya idola baru nih."
"Gadis yang menarik."
Dan masih banyak lagi desas-desus yang lain. Kejadian barusan akan menjadi hot gossip di sekolah hari ini. Dan jelas saja nama Hyuuga Hinata akan menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru sekolah.
Tapi apa pedulinya buat Hinata. Yang sekarang dia pikirkan adalah bagaimana menyelesaikan tugasnya. Tanpa ia sadari, nama itu selalu terngiang-ngiang di pikirannya.
Uchiha Sasuke.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
Ruang guru sedang sepi. Sepertinya banyak guru yang sedang menikmati makan siangnya di tempat lain. Hanya ada satu orang yang tetap bertahan di kursinya sambil membaca novel favoritnya. Tepat sekali. Karena memang dialah yang dicari.
"Ada apa Sasuke?" tanya Kakashi tanpa berpaling dari novelnya.
"Aku tidak mau mengerjakan tugas darimu Sensei. Itu konyol," Sasuke menyampaikan alasan kedatangannya sambil duduk di depan Kakashi.
"Terserah padamu kau mau mengerjakannya atau tidak. Lagipula bukan tugas tertulis yang aku harapkan darimu," jelas Kakashi yang belum mau memandang Sasuke.
"Lalu?" tanya Sasuke heran.
"Kau tidak merasa kalau gadis itu menarik? Caranya melawan pernyataanmu benar-benar menarik. Tidak pernah ada gadis yang berani mematahkan perkataanmu, kecuali 'dia'," lanjut Kakashi.
"Tapi ini berbeda. Aku rasa dia hanya mencoba mencari perhatian dariku. Terlebih lagi gadis itu tidak mirip dengan 'dia'," sela Sasuke.
"Apa rambutnya juga tidak mirip?" tanya Kakashi yang kali ini menutup novelnya dan bertatapan dengan Sasuke.
"Sedikit. Tapi gadis Hyuuga itu memiliki bentuk poni yang berbeda. Poni yang membingkai wajahnya sehingga mereka terlihat berbeda," jawab Sasuke sambil membayangkan wajah sang gadis Hyuuga.
"Dugaanku benar. Kau juga memperhatikan gadis itu kan?" goda Kakashi.
"Tentu saja tidak," Sasuke menyela.
"Buktinya kau ingat dengan nama gadis itu. Biasanya kau kan tidak pernah peduli dengan nama gadis-gadis yang mendekatimu. Kau juga hafal betul perbedaan 'dia' dengan gadis itu," ejek Kakashi.
Sasuke hanya mendesah. Sepertinya betul yang dikatakan Kakashi. Dia sudah mulai memperhatikan gadis Hyuuga itu sejak pertama kali masuk ke kelas mereka. Begitu juga saat insiden di kantin. Lalu saat pelajaran Bahasa Inggris yang berakhir mereka berdua mendapatkan tugas untuk saling mengenal lebih jauh tentang . . .
Tunggu dulu!
"Sensei. Kau tidak bermaksud untuk membuat kami menjadi lebih akrab dengan tugas ini kan?" tanya Sasuke sedikit khawatir.
Kakashi tersenyum. "Menurutmu? Aku rasa kau cukup jenius untuk mengambil sebuah kesimpulan."
"Tch!"
"Ayolah Sasuke. Setidaknya bertemanlah dengan gadis itu. Kelihatannya dia itu gadis yang menyenangkan," saran Kakashi.
"Tidak janji," ucap Sasuke seraya bangkit dari kursinya meninggalkan ruang guru.
"Sudah saatnya melupakan masa lalu Sasuke," bisik Kakashi di balik maskernya.
Sasuke semakin tidak habis pikir dengan guru yang sudah seperti keluarganya sendiri itu. Semakin dia acuh tak acuh, semakin dia mengingat-ingat nama gadis itu.
Hyuuga Hinata.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
Gawat!
Benar-benar gawat. Hinata sungguh lapar saat ini. Kenapa semua makanan yang harusnya dia makan justru lantai kantin yang menikmati. Langkah menuju kelas semakin terasa jauh. Hinata hanya berharap jangan sampai hari ini dirinya berakhir di UKS saat pulang sekolah nanti.
"Hey, Hinata. Sini!" panggil Tenten saat Hinata tiba di kelasnya dengan penuh perjuangan.
Hinata menghampiri Tenten dengan tampang predator yang hendak menerkam mangsanya. Di atas meja Tenten, Hinata bisa melihat bento empat susun yang kelihatannya sangat menggoda.
"Lihat ini, aku punya makanan. Aku menunggumu kembali supaya kita bisa makan sama-sama," jelas Tenten.
Tanpa buang waktu lagi Tenten membuka bentonya dan memberikan sumpit kepada Hinata.
"Darimana bento ini?" tanya Hinata saat memasukkan bola nasi ke mulutnya.
"Tadi aku menelepon ibuku. Aku bilang aku belum makan siang. Terus ibuku datang mengantar bento ini," jawab Tenten sambil mengunyah.
Dalam hati Hinata bergumam 'Ku kira aku adalah anak yang paling manja. Ternyata masih ada yang lebih manja.' Hinata menyantap makanannya sambil tersenyum.
"Oh ya! Bagaimana tugasmu?" tanya Tenten.
"Hah, payah. Aku cuma mendapatkan 2 dari 20 nomor yang disuruh oleh Kakashi-sensei," jawab Hinata lemas.
"Habisnya kau hanya bertanya kepada siswi-siswi. Apa kau sudah mencoba bertanya kepada para siswa?" tanya Tenten lagi.
Hinata hanya menggeleng pelan. Dia memang merasa lapar. Tapi jika tugasnya sedang dibahas, Hinata merasa kehilangan nafsu makannya.
"Ada satu orang yang bisa kau tanya. Tapi aku tidak begitu yakin dia mau bicara padamu. Biasanya dia hanya mau berbicara dengan siswi berpakaian minim dan hobi berdandan. Dan aku rasa kau tidak masuk kategori Hinata," jelas Tenten.
"Kenapa begitu?" tanya Hinata ingin tahu.
"Dia itu playboy. Hampir 50 persen siswi di sekolah ini pernah pacaran dengannya," jawab Tenten.
Hinata menelan bola nasinya. Otaknya berpikir dengan keras. Makanan yang masuk ke perutnya belum mampu menggantikan energi yang dia habiskan untuk berpikir satu hari ini.
"Ada di mana dia?" tanya Hinata sedikit ragu.
Tenten tidak menjawab. Dia meletakkan sumpitnya di dalam bento lalu menarik tangan Hinata. Hinata pun meletakkan sumpitnya. Mereka berjalan keluar kelas menuju lapangan basket.
"Itu orangnya. Cowok berambut merah," Tenten menunjuk seorang siswa yang sedang bermain di lapangan basket.
"Namanya Gaara. Semoga berhasil!" lanjut Tenten.
Oh tidak. Itu adalah siswa yang diperhatikan oleh Hinata sebelumnya. Siswa dengan permainan basket yang sangat bagus. Sekarang atau tidak sama sekali. Hinata memulai langkahnya dan berdiri di pinggir lapangan.
"Gaara-san," panggilnya.
Para siswa di atas lapangan menghentikan permainan mereka saat mereka mendengar ketua klub basket mereka dipanggil oleh seorang siswi. Gaara tidak menyahut. Dia hanya menatap Hinata.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Hinata ragu-ragu saat melihat wajah Gaara yang tanpa ekspresi.
Gaara memandang Hinata dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Aku tidak tertarik dengan gadis sepertimu," jawab Gaara datar.
"M-Maaf?" tanya Hinata heran yang merasa jawaban Gaara sama sekali tidak nyambung.
"Jika kau ingin mengajakku berkencan, aku tidak akan melayaninya saat sedang bermain basket," jawab Gaara sambil mengambil bola dan mulai mendribble-nya.
"Memangnya siapa yang mau mengajakmu kencan? Aku hanya ingin bicara," ucap Hinata yang mulai jengkel.
Gaara berhenti mendribble bolanya. Bola itu pun menggelinding ke arah Hinata. Hinata kemudian memungut bola di dekat kakinya.
"Kembalikan saja bolanya. Aku tidak punya keharusan untuk bicara denganmu," ucap Gaara masih datar.
"Begini saja. Aku akan melawanmu bertanding 1 lawan 1. Jika aku menang, kau harus bicara denganku . . ."
"Jika aku menang?" tanya Gaara memotong.
"Aku . . . Aku akan mencuci baju latihanmu selama seminggu," jawab Hinata setelah berpikir singkat.
Gaara menyeringai. Tawaran yang menarik. Malah dia merasa Hinata yang akan rugi.
"Baiklah."
Gaara menyetujui tawaran Hinata dan menyuruh siswa yang masih berada di lapangan untuk memberi tempat kepada mereka berdua untuk bertanding. Dia lalu menunjuk salah satu siswa untuk menjadi wasit pertandingan mereka.
"Aku akan membawa bola duluan. Setelah mencetak angka, kau yang akan membawa bola. Yang menjadi pemenang adalah orang yang berhasil merebut bola dari tangan lawan dan berhasil memasukkannya. Setuju?" tanya Gaara setelah menjelaskan sistem pertandingan mereka.
Hinata mengangguk mantap. Dia tidak boleh kalah. Namun dia juga harus mencari ide untuk bisa menang.
Pluit berbunyi menandakan pertandingan di mulai. Beberapa siswa yang sedari tadi menonton di dekat lapangan, kini ingin melihat dalam jarak yang lebih dekat. Siswa siswi yang berada di gedung sekolah juga tak ingin ketinggalan pertandingan ini. Mereka melihat melalui jendela dan sebagian keluar dari kelas mereka. Mereka heran siapa siswi yang berani menantang Gaara sang ketua klub basket.
Gaara membawa bola. Hinata berdiri di depannya untuk bersiap membuat pertahanan. Gaara berhasil melewati Hinata dan berhasil mencetak angka.
"Apa kau yakin bisa menang?" ejek Gaara.
Hinata tidak menanggapinya. Kini gilirannya membawa bola. Hinata mendribble pelan bolanya, kemudian semakin cepat. Menggunakan gerakan berputar, Gaara salah memprediksi arah gerak Hinata. Hinata melewati Gaara dengan mulus dan berhasil melempar bola masuk ke keranjang. Skor 1-1. Cukup sengit ternyata.
"Setidaknya aku masih punya kesempatan," ucap Hinata.
Gaara menyeringai. Gilirannya lagi membawa bola. Melihat seringai Gaara, Hinata ingat akan sesuatu. Seperti yang dia rencanakan sebelumnya, dia harus punya ide untuk menang. Dia sudah menemukan idenya, dan dia yakin ini akan berjalan lancar.
Gaara memfokuskan perhatian kepada lawannya. Kemudian dia melihat sesuatu yang membuatnya menjadi tidak fokus. Rok Hinata tersingkap, menunjukkan kulit pahanya yang putih nan mulus. Sepertinya Gaara tidak sadar kalau itu adalah tingkah Hinata. Gaara lengah. Hinata merebut bola dan melakukan Lay Up.
PRIIIIIIIIIIT
"1-2," ucap siswa yang menjadi wasit pertandingan mereka.
Hinata menang. Gaara tersenyum. Hinata tahu kelemahan Gaara. Dan Gaara mengakui kekalahannya. Seluruh sekolah masih diam melihat hasil pertandingan yang tidak terduga. Karena awal prediksi mereka adalah Gaara akan menang dengan mudah. Namun pada akhirnya mereka tetap memberikan tepuk tangan atas pertandingan yang sengit antar keduanya. Hinata mengacuhkan suara riuh tepuk tangan yang bergema di penjuru sekolah. Dia hanya ingin mendengarkan pengakuan dari Gaara.
"Kau menang. Temui aku saat pulang sekolah. Di sini," ucap Gaara.
Hinata hanya tersenyum, kemudian mengangguk.
"Oh ya! Siapa namamu?" tanya Gaara.
"Hyuuga Hinata," jawabnya seraya beranjak dari lapangan basket.
Bel masuk sudah berbunyi. Mereka harus segera kembali ke kelas. Gaara memperhatikan Hinata yang semakin menjauh. Dia tersenyum.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
Hinata tidak melihat langkahnya saat masuk ke dalam kelas. Dia hampir bertabrakan dengan seseorang, yang sudah membuat dirinya menguras banyak energi hari ini. Mereka hanya bertatapan. Tidak ada satupun yang mengeluarkan suara.
"Apa?" tanya Sasuke yang akhirnya memulai pembicaraan.
"Aku ingin masuk," jawab Hinata.
Sasuke masih belum bergerak. Hinata sudah cukup lelah. Kenapa orang ini harus membuatnya semakin jengkel.
"You really troublesome," kata Hinata.
"And you really annoying," balas Sasuke datar.
"Hah. Kau ini benar-benar menyebalkan!" Hinata tidak mau kalah.
"Kalau begitu apa bahasa inggrisnya?" tantang Sasuke.
Percaya atau tidak, Sasuke baru saja memberi ide kepada Hinata. Hinata meraih note book dan pena dari dalam saku blazernya, kemudian menuliskan sesuatu di sana. Sasuke mengangkat sebelah alisnya.
"Aku akan menuliskan bahasa inggrisnya di sini. Sebagai jawaban tugas dari Kakashi-sensei," jawab Hinata. Hinata terlihat sedang berpikir.
'Kenapa? Kau tidak tahu bahasa inggrinya kan?" ejek Sasuke.
"Bukan itu yang sedang aku pikirkan," balas Hinata.
"Lalu?" Sasuke penasaran.
Tiba-tiba saja Sai muncul dan berdiri di belakang Hinata. Terlalu sibuk berpikir membuat Hinata tidak tahu kalau Sai sedang membaca isi note booknya. Sai melihat sebuah tulisan dan sedikit goresan bentuk wajah di sana. Tapi wajah itu belum meiliki mata, hidung, dan bibir.
3. Uchiha Sasuke is sucks
Sai tersenyum. Sasuke makin heran melihatnya.
"Mungkin aku bisa membantumu," ucap Sai yang membuat Hinata sedikit terlonjak karena kaget.
Sai mengambil note book Hinata dan menggambarkan tampang orang menyebalkan di sana.
"Cocok tidak?" tanya Sai sambil memperlihatkan gambarnya kepada Hinata.
Hinata tertawa kecil sambil mengangguk. Sai ikut tersenyum melihatnya.
"Hey. Apa yang kalian tulis di situ?" tanya Sasuke ingin tahu.
"Ehemm," seseorang berdehem di dekat mereka.
Sepertinya rasa ingin tahu Sasuke harus dibendung karena Kurenai-sensei sudah berdiri di dekat kelas mereka dan ingin masuk untuk mengajar. Mereka pun menghambur masuk ke kelas. Kurenai-sensei masuk dan memulai pelajarannya.
'Ini benar-benar hari yang panjang,' gumam Hinata dalam hati.