Jumat, 06 Mei 2011

Hinata's Upside Down Life (chapter 7)

.
.
Bel pulang akhirnya berbunyi. Hinata mengemas barangnya dengan cepat. Dia ada janji dengan Gaara. Tapi bukan kencan. Hanya ingin menanyakan sesuatu. Tentang si Uchiha Sasuke tentunya. Namun perjalanan keluar tidaklah terlalu mulus.
"Minggir!" perintah Sasuke yang merasa jalannya dihalangi oleh Hinata.
"Memangnya kau pikir jalan di kelas ini adalah milikmu?" tanya Hinata yang langsung menutup mulutnya. Jangankan jalan di kelas mereka, seluruh sekolah ini adalah milik Uchiha. Dan Hinata baru ingat tentang hal itu.
Sasuke merendahkan tubuhnya setinggi Hinata dan berbisik di telinganya. "Jalan ini memang milikku."
Wajah Hinata memerah. Bisikan Sasuke di telinganya membuatnya sedikit merinding. 'Dia benar-benar menyeramkan,' pikir Hinata.
.
.
Bel pulang akhirnya berbunyi. Hinata mengemas barangnya dengan cepat. Dia ada janji dengan Gaara. Tapi bukan kencan. Hanya ingin menanyakan sesuatu. Tentang si Uchiha Sasuke tentunya. Namun perjalanan keluar tidaklah terlalu mulus.
"Minggir!" perintah Sasuke yang merasa jalannya dihalangi oleh Hinata.
"Memangnya kau pikir jalan di kelas ini adalah milikmu?" tanya Hinata yang langsung menutup mulutnya. Jangankan jalan di kelas mereka, seluruh sekolah ini adalah milik Uchiha. Dan Hinata baru ingat tentang hal itu.
Sasuke merendahkan tubuhnya setinggi Hinata dan berbisik di telinganya. "Jalan ini memang milikku."
Wajah Hinata memerah. Bisikan Sasuke di telinganya membuatnya sedikit merinding. 'Dia benar-benar menyeramkan,' pikir Hinata.
ARA!
Hinata mengambil note book dan penanya dari tas. Lalu menuliskan sebuah kalimat.
4. Uchiha Sasuke is Horrible
Seperti biasa. Hinata membuat karikatur wajah menyeramkan di bawah tulisannya.
"Apa yang kau tulis?" tanya Sasuke. Dia masih penasaran.
"Tugas dari Kakashi-sensei," jawab Hinata sambil tersenyum dan kemudian berlalu meninggalkan Sasuke.
"Kenapa lama sekali keluarnya?" tanya Tenten yang sudah keluar duluan dari kelas.
"Mengerjakan tugas" jawab Hinata yang masih tersenyum.
"Kau tidak ingin pulang bersamaku?" ajak Tenten.
"Kau duluan saja. Aku ingin bertemu dengan Gaara sebentar," jawab Hinata.
"Oh. Ya sudah kalau begitu. Aku duluan ya," ucap Tenten sambil melambaikan tangannya.
Hinata membalas lambaian tangan Tenten dan beranjak ke lapangan basket. Tempat di mana Gaara menyuruhnya untuk menemuinya sepulang sekolah.
Sasuke melihat dari jauh Hinata yang sedang menghampiri Gaara.
'Gaara? Bagaimana Hyuuga bisa kenal dengan Gaara?' tanya Sasuke dalam hati.
Dia sedang berada di atap sekolah saat istirahat tadi. Sehingga Sasuke tidak mengetahui tentang pertandingan basket antara Hinata dan Gaara.
"Ayo kita pulang Sasuke," ajak Sai yang tiba-tiba muncul.
Sepertinya pemuda yang satu ini suka sekali muncul secara tiba-tiba.
'Tch! Kenapa aku harus peduli dengan gadis Hyuuga itu.' Sasuke kemudian mengikuti langkah Sai menuju mobil yang menjemput mereka.
"Maaf membuatmu menunggu," sapa Hinata saat menghampiri Gaara yang sedang duduk di pinggir lapangan.
"Tidak masalah," jawab Gaara sambil tersenyum. "Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Begini. Aku dapat tugas dari Kakashi-sensei. Mendeskripsikan seorang Uchiha Sasuke," jelas Hinata.
Gaara tertawa mendengarnya. Kenapa Kakashi harus memberikan tugas sekonyol itu kepada siswi baru ini. Pasti Kakashi memiliki maksud tertentu.
"Apa hanya kau yang mendapat tugas ini?" tanya Gaara.
Hinata menggeleng. "Sasuke juga."
Benar dugaannya. Kakashi memang memiliki maksud tertentu terhadap mereka berdua.
"Apa saja yang sudah kau buat?" tanya Gaara lagi.
Hinata menyerahkan note book-nya. Gaara tertawa makin keras saat melihat isinya.
"Sepertinya tidak berjalan dengan baik ya?" Gaara mengejek.
"Makanya itu aku membutuhkan bantuanmu. Kau pasti tahu tentang dia kan?" tanya Hinata.
"Ya. Aku memang berteman dekat dengan Uchiha Brothers itu. Namun aku tidak bisa membantu banyak. Aku hanya bisa menceritakan beberapa hal dan memberi saran. Yang mana dulu yang kau inginkan?" jawab Gaara seraya balik bertanya.
"Cerita dulu," jawab Hinata cepat.
"Aku tidak tahu ini bisa masuk hitungan atau tidak. Tapi Sasuke itu adalah tipe orang setia," Gaara memulai ceritanya.
"Meskipun banyak gadis yang menyukai dia dan Sai, tapi mereka tidak pernah berpaling. Seperti Sai. Sejak kecil dia hanya menyukai satu orang gadis. Gadis itu adalah teman dekatnya. Meski tidak pacaran, tapi mereka selalu terlihat bersama. Namun sekarang gadis itu sedang melakukan perjalanan keliling dunia untuk memberikan seminar di bidang botani. Dia gadis yang sangat mencintai lingkungan. Sai mengaku padaku masih sering berhubungan dengan gadis itu. Tapi Sasuke bilang, gadis itu sudah lama tidak memberi kabar kepada Sai. Namun Sai tetap saja tidak pernah berkencan dengan gadis lain," jelas Gaara.
"Kalau Sasuke bagaimana?" tanya Hinata yang mulai tertarik dengan cerita Gaara.
"Kekasihnya . . . dinyatakan meninggal setahun yang lalu akibat kecelakaan. Mobil yang dikendarainya tenggelam di sungai. Mobilnya ditemukan, namun jasadnya tidak. Mereka sudah melakukan pencarian selama satu tahun terakhir ini. Tapi hasilnya nihil. Mereka mulai menyerah dan akhirnya menyatakan kalau gadis itu sudah meninggal. Sasuke benar-benar terpukul. Aku sama sekali tidak pernah melihat dia dekat dengan gadis lain sejak saat itu," lanjut Gaara.
Hinata terdiam. Dia tahu benar bagaimana rasanya patah hati. Namun dirinya, Sai, dan Sasuke memiliki kisah yang berbeda. Tapi tetap saja yang namanya patah hati itu sangat menyakitkan.
"Mungkin hanya itu yang bisa ku ceritakan. Dan mengenai saranku, kenapa tidak berkencan saja denganku?" goda Gaara.
Ekspresi Hinata langsung berubah. "Tidak. Terima kasih," ucap Hinata.
"Eh, tunggu-tunggu! Aku hanya bercanda."
Gaara menahan lengan Hinata yang sudah berniat untuk pergi.
"Aku hanya ingin menyarankan, lebih baik kau bicara dengan Kakashi-sensei tentang masalah ini. Minta tenggang waktu darinya. Mengingat kau adalah siswi baru, ini bukanlah hal yang gampang," kata Gaara.
"Mm. Benar juga," Hinata mengiyakan.
"Arigatou Gaara-san!" ucap Hinata sambil membungkuk.
"Panggil Gaara saja."
"Ah, iya. Arigatou Gaara-kun."
"Ya, setidaknya itu lebih baik."
Hinata menentukan orang yang akan dia temui selanjutnya.
Kakashi-sensei.
Namun sebelum dirinya benar-benar pergi, Gaara memanggilnya lagi.
"Cobalah berteman dengan Sasuke."
.
.
.
"Kenapa belum pulang Ms. Hyuuga?" sapa Kakashi saat Hinata menemuinya.
"Panggil Hinata saja Sensei. Saya ingin minta tenggang waktu untuk mengumpulkan tugas saya," pinta Hinata.
"Oh. Tentang tugas itu ya. Tapi itu kan masih seminggu lagi."
"Saya tidak yakin bisa menyelesaikannya dalam waktu seminggu."
"Baiklah. Kalau begitu serahkan saja saat kamu sudah menyiapkannya," Kakashi mengambil keputusan.
"Benarkah. Arigatou Sensei!"
Hinata tertawa girang. Rasanya ingin sekali dia memeluk gurunya yang tampan itu. Tapi sebuah suara menghentikan niatnya.
"Belum pulang Kakashi-kun?" tanya seorang wanita.
"Sebentar lagi Hana. Siswiku ini sedang membicarakan tentang tugasnya," jawab Kakashi lembut.
"Sepertinya aku belum pernah melihat gadis ini," kata Hana.
"Dia adalah siswi baru di sekolah ini. Dia baru masuk hari ini. Tentu saja tidak menyenangkan jika di hari pertamanya dia sudah masuk UKS," jelas Kakashi.
"Wah! Dia manis sekali. Saya Kimujun Hana. Saya dokter di sekolah ini," Hana memperkenalkan dirinya kepada Hinata.
"Hyuuga Hinata," jawab Hinata sambil membungkuk seperti biasanya. Dia merasa pinggangnya mau patah karena melakukan hal ini berkali-kali.
"Pulanglah Hinata. Dan ada satu saran untukmu. Cobalah berteman dengan Uchiha Sasuke. Maka tugasmu akan bisa cepat selesai," saran Kakashi.
'Kenapa saran Kakashi-sensei bisa sama dengan Gaara?' Hinata bingung.
"Tugas apa?" tanya Hana pada Kakashi.
"Akan ku jelaskan dalam perjalanan pulang," jawab Kakashi sambil menarik tangan Hana untuk berjalan bersamanya.
"Sampai jumpa Hinata," ucap mereka serentak.
Hinata hanya tersenyum melihat kedua gurunya. 'Mesra sekali,' pikirnya.
.
.
.
Sasuke sampai di rumahnya. Dia mengacuhkan pelayannya yang menyuruhnya untuk makan siang.
"Nanti saja. Aku ingin istirahat sebentar," ucapnya seraya masuk ke kamar.
Sasuke memang tidak pernah menikmati waktu makannya. Karena dia harus melakukannya sendirian. Orang tuanya jarang sekali berada di rumah. Berbeda dengan orang tua Sai yang mengurus bisnis Uchiha di Jepang, orang tua Sasuke mengurusi bisnis Uchiha di luar negeri. Ibunya ikut bersama ayahnya. Sasuke juga diajak bersama keluarganya, namun dia lebih memilih untuk menetap di Jepang. Karena dia tidak ingin meninggalkan gadis yang sangat dicintainya. Gadis, yang sekarang justru meninggalkannya.
Sasuke duduk di tepi ranjangnya. Di samping ranjangnya terdapat sebuah meja. Sasuke membuka laci meja tersebut dan mengambil beberapa lembar foto dari dalam laci. Foto-foto tentang masa lalunya bersama seorang gadis, yang sudah mengisi hatinya sejak mereka masih duduk di bangku SMP.
Sasuke ingat sekali saat dia meminta gadis itu untuk menjadi pacarnya. Dia tidak menyangka kalau mereka bisa menjalani hubungan lebih dari 3 tahun. Sasuke bahkan sempat berikrar bahwa gadis ini adalah cinta pertama dan terakhirnya.
Namun kecelakaan itu mengubah segalanya. Ternyata mereka berpisah dengan cara yang lain. Cara yang benar-benar membuat Sasuke hampir kehilangan semangat hidup. Dia bahkan sempat mengalami insomnia. Karena setiap dia tidur, dia akan bermimpi buruk tentang gadis itu. Akhirnya Sasuke diberikan terapi selama beberapa minggu untuk menekan mimpi buruknya.
Cara itu terbukti cukup berhasil. Sasuke akhirnya bisa tidur dengan nyenyak, walaupun bayangan tentang gadis itu tidak pernah hilang dari ingatannya. Bahkan sampai hari ini. Jika saja kecelakaan itu tidak terjadi, hubungan mereka sudah genap 4 tahun sekarang. Dan seharusnya Sasuke merasa bahagia hari ini, bukan bersedih.
Sasuke berbaring di atas ranjangnya dan memejamkan matanya. Setiap hembusan nafasnya mengingatkannya pada nama gadis yang masih sangat dicintainya. Dan meskipun matanya terpejam, dia bisa melihat wajah gadis itu sedang tersenyum padanya. Namun dirinya merasa sedikit terusik. Karena ada bayangan lain yang ternyata mencoba masuk ke dalam pikiran Sasuke.
Hyuuga Hinata.
Kenapa tiba-tiba Sasuke mengingat nama itu? Dia memang berbeda dengan gadis lain. Dia tipe gadis pemalu yang bisa menjadi sangat kuat jika keadaan mendesaknya. Sasuke membuka matanya.
'Kenapa aku bisa memikirkan gadis Hyuuga itu?' Sasuke hanya menggeleng.
"Konan," bisiknya pelan.
.
.
.
Hinata merebahkan tubuhnya di atas kasur. Hari yang panjang dan melelahkan sepertinya masih enggan untuk berakhir. Dia meraih note book di dalam sakunya dan kembali membacanya.
'Apa aku memang harus berteman dengannya?'
Sesaat Hinata terpikir akan Naruto. Biasanya Naruto selalu mampir ke rumahnya saat pulang sekolah seperti ini. Dia juga akan menemani Hinata makan siang saat ayahnya berada di kantor. Tapi hari ini terasa sangat berbeda. Dia harus beradaptasi dengan cepat. Dia tidak mau terus-terusan memikirkan masalah itu.
Jika saja kejadian malam itu tidak terjadi, mungkin sekarang dia masih berada di rumahnya, masih bermain dengan sahabatnya, masih berpacaran dengan Naruto. Hinata menggelengkan kepalanya. Dia berusaha berhenti memikirkan tentang hal itu.
Hinata kembali melihat note book di tangannya. Semua dipenuhi dengan nama Uchiha Sasuke. Dia kembali mengingat sosok Sasuke dan Sai. Mereka terlihat mirip. Sama-sama tampan, berkulit pucat, memiliki bola mata dan rambut yang hitam. Namun Hinata merasa bahwa Sai jauh lebih menyenangkan dibanding Sasuke. Dia terlihat lebih ramah jika dibandingkan dengan Sasuke yang arogan. Tapi kenapa hanya nama Sasuke yang sering terngiang-ngiang di benaknya.
"Huff. Pasti karena tugas ini. Aku harus menyelesaikannya dengan cepat agar aku bisa melupakannya dengan cepat pula."
Hinata tidak menyambung gerutunya saat ponselnya berbunyi. Ada panggilan masuk ternyata. Dan itu dari Temari.
"Moshi-moshi," Hinata menjawab teleponnya.
"Aku tidak menyangka kau benar-benar putus dengan Naruto," Temari berbicara di ujung telepon.
"Ya. Dan tanpa alasan yang jelas," Guren menyambung.
'Pasti teleponnya di-handsfree,' pikir Hinata.
"Sebenarnya ada apa Hinata? Ceritakan pada kami." Tampaknya hanya Tayuya yang masih memiliki akal sehat.
"Aku sudah bilang tidak ada apa-apa," jawab Hinata.
"Kenapa kau kejam sekali Hinata. Satu hari ini Naruto terlihat sangat murung. Dan itu pasti karena hubungan kalian yang telah berakhir," jelas Temari.
Hinata hanya tertawa lirih.
"Kenapa kau tertawa? Kau senang ya melihat Naruto seperti itu?" tanya Guren tak sabaran.
Hinata hanya diam. Ingin sekali rasanya dia menjawab 'Ya'.
"Ayolah Hinata. Aku tahu kau pasti punya masalah dengan Naruto. Kenapa tidak menceritakannya kepada kami?" hanya Tayuya yang masih mampu mengendalikan emosinya.
Tidak. Hinata tidak boleh menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia tidak mau pandangan orang lain berubah kepada Naruto karena masalah ini. Dengan kata lain, Hinata harus melindungi Naruto. Meskipun dia yang akhirnya dibenci oleh sahabatnya. Toh dia juga sudah pindah sekolah. Pasti hal itu tidak akan berpengaruh besar.
"Kau ingin bilang kalau itu bukan urusan kami?" Temari menyela.
"Ya," jawab Hinata pelan dan menutup teleponnya.
Dia kemudian menon-aktifkan ponselnya. Sepertinya dia perlu mengganti nomor ponselnya. Dia benar-benar ingin meninggalkan masa lalunya jauh di belakang mulai dari detik ini.
Padahal baru saja dia merasa luar biasa hari ini. Dia banyak melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Dia melupakan norma-norma sebagai seorang Hyuuga yang selalu dingin, diam, sabar. Dan itu semua tidak berlaku hari ini. Tapi kenapa dirinya yang sedang di atas angin kini harus jatuh lagi gara-gara sebuah nama, yang sebenarnya belum mampu dia lupakan seluruhnya.
"Naruto," bisiknya pelan.
.
.
.
Naruto melirik jam dindingnya.
11.30.
Sudah jam segini, tapi matanya masih enggan untuk terpejam. Menjemput mimpi pun sepertinya menjadi hal yang sulit. Ada hal yang terus berkecamuk di pikrannya. Dan hal itu tidak mau pergi. Bayangan kejadian pada Sabtu malam ketika Hinata memergoki dirinya dengan Sakura. Di malam saat Sakura berniat untuk menepati janjinya. Janji yang hanya berlaku bagi orang yang belum berpikiran dewasa.
Naruto tahu dirinya merasa menyesal. Masih banyak cara yang bisa dilakukan Sakura untuk membalas kebaikannya. Tapi kenapa Naruto harus setuju dengan cara yang itu. Dia memang masih terlalu muda dan belum mampu berpikir secara matang. Meskipun keputusan-keputusan yang terlahir dari pemikirannya sebagai pemimpin selalu menjadi keputusan yang jitu dan tak pernah salah.
Tapi mengapa? Mengapa saat berhubungan dengan soal asmara, Naruto justru mengambil keputusan yang salah. Keputusan yang akhirnya menyakiti Hinata, gadis yang sudah menjadi pacarnya selama hampir 2 tahun. Namun jika boleh jujur, Naruto sama sekali tidak mencintai Hinata. Mungkin hanya sebatas sayang. Entah sayang terhadap teman, atau adik perempuan.
Hinata adalah sosok gadis pemalu nan polos. Dia bahkan tidak pernah menyakiti perasaan orang lain. Sikapnya yang selalu menenangkan orang lain, membuatnya menjadi mustahil untuk dibenci. Karena itu tidak sulit bagi Naruto untuk berbuat baik dan bersikap selayaknya seorang pacar bagi Hinata. Setidaknya semua orang juga mengakui kemesraan mereka sebagai sepasang kekasih.
Sedari dulu Naruto sudah merasa bersalah kepada Hinata. Kenapa dia tidak mampu membalas cinta Hinata yang begitu tulus untuknya. Dia ingat sekali Hinata selalu memperhatikan dirinya dari kejauhan. Namun gadis itu tidak pernah berani muncul di hadapannya. Wajahnya yang selalu memerah jika Naruto ada di dekatnya. Memainkan kedua telunjuknya secara bersamaan saat Naruto sedang mengajaknya bicara. Hanya Naruto yang ada di hatinya.
Bahkan saat Naruto melihat senyum bahagia Hinata saat dia memperlakukan Hinata sebagai pacarnya, membuat Naruto semakin merasa terpojok. Karena sesungguhnya itu semua hanyalah kepalsuan. Kepalsuan yang telah dirancang olehnya dan Sakura sejak pertama kali Naruto menceritakan kepada Sakura bahwa sang calon pewaris Hyuuga adalah pemuja rahasianya.
Naruto sadar bahwa ini adalah sesuatu yang tidak baik. Tapi dia telah buta. Buta oleh cintanya terhadap Sakura. Gadis yang sejak pertama kali Naruto mengenal cinta, sudah ada di hatinya. Bahkan hingga sekarang. Dia rela melakukan apa saja untuk Sakura. Meskipun dia tidak bisa memiliki Sakura seutuhnya, setidaknya Sakura memiliki sedikit ruang di hatinya akan kehadiran Naruto. Baginya, itu sudah cukup.
Usia yang sedikit jauh berbeda membuat Naruto tidak bisa berharap banyak dari Sakura. Ia ingat betul perkataan Sakura kemarin malam.
Memangnya apa yang bisa kau berikan untukku selain hatimu?
Naruto tertawa lirih. Ingin saja rasanya dia menjadi pemilik dari uang yang beredar di seluruh dunia ini, dan memberikannya kepada Sakura. Apapun, agar Sakura bisa menjadi miliknya. Hanya miliknya. Dan bukan milik Hyuuga Hiashi. Orang yang sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri. Karena Hiashi telah mempercayakan Naruto untuk menjaga Hinata.
Sepertinya malam ini, kedua nama gadis ini terus berperang untuk mendominasi di dalam pikiran Naruto yang sudah cukup lelah satu hari ini. Sakura tidak menghubunginya, begitu pula Hinata. Apa Hinata betul-betul sudah melupakannya?
Bodoh!
Apa lagi yang dia harapkan dari Hinata. Tentu saja Hinata sudah patah hati. Jika boleh memilih, mungkin dia akan mencampakkan Naruto dari dunia yang dia tinggali. Tapi itu tidak mungkin. Selama mereka masih tinggal di bawah langit yang sama, mereka pasti akan bertemu lagi. Meski telah menjadi sosok yang berbeda.
Naruto menutup wajahnya dengan bantalnya. Berharap kantuk akan segera datang dan menelannya ke dalam tidur yang nyenyak. Sudah hampir tengah malam. Namun insomnialah yang mungkin akan menjadi temannya malam ini.
"Sakura," bisiknya pelan.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar