"Bukan urusanmu", Hinata menjawab pelan.
"Hinata. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan . . .", Naruto mencoba memberi penjelasan yang langsung dipotong oleh Hinata.
"Semua sudah berakhir Naruto".
Dengan itu, Hinata melangkah ke arah kantor kepala sekolah dan meninggalkan Naruto yang hanya berdiam terpaku di tempat Hinata mengucapkan kata berakhir untuknya.
Temari yang tak sengaja menangkap sosok sahabatnya yang sepertinya sedang bertengkar dengan Naruto, merasa tidak sabar agar bel pulang cepat berbunyi dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Temari", Guren berbisik memanggil Temari yang masih memusatkan pandangannya ke luar jendela.
Temari kemudian mengalihkan pandangannya kepada Guren dan memberi isyarat seakan bertanya 'Ada apa?'.
"Kenapa Hinata tidak masuk ya hari ini?", tanya Guren dengan suara yang masih sangat pelan.
"Barusan aku melihatnya ada di dekat kantor kepala sekolah. Aku sendiri juga heran kenapa dia tidak masuk kelas. Dan sepertinya dia sedang bertengkar dengan Naruto", jawab Temari dengan suara yang sama pelannya.
Apapun yang terjadi, tak ada satu pun dari mereka yang berkonsentrasi terhadap pelajaran hari ini.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
"Kenapa kau ingin bertemu dengan kami di sini? Dan kenapa tadi kau tidak masuk kelas?", tanya Temari tak sabaran begitu bertemu Hinata di dekat taman sekolah setelah bel pulang berbunyi.Hinata mulai membuka mulut untuk bicara saat Naruto menghampiri Temari dan yang lain. Sepertinya dia tidak ingin ketinggalan apa yang akan disampaikan Hinata kepada sahabat-sahabatnya. Awalnya Hinata ingin mengurungkan niatnya untuk berbicara, namun dia tidak ingin pergi tanpa memberitahukan teman-temannya terlebih dahulu.
"Mulai besok, aku akan pindah sekolah dan pindah tempat tinggal", Hinata akhirnya memulai salam perpisahannya.
Kata-kata Hinata kontan membuat semua lawan bicaranya kaget. Kenapa tiba-tiba saja Hinata memilih untuk pindah sekolah. Pindah tempat tinggal pula.
"Memangnya ada masalah apa Hinata?", tanya Guren.
"Tidak ada masalah apa-apa", Hinata menjawab datar.
"Kalau tidak ada masalah kenapa harus pindah?", tanya Tayuya yang semakin bingung.
Belum sempat Hinata menjawab, muncul pertanyaan lain yang membuatnya terhenyak.
"Lalu bagaimana hubunganmu dengan Naruto?", tanya Temari yang sedari tadi sudah merasa ada yang tidak beres dengan mereka berdua.
"Aku sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengannya", jawab Hinata dengan mantap.
Mereka bertiga semakin terkejut dengan pernyataan Hinata, kecuali Naruto.
"Sebenarnya ada masalah apa antara kau dan Naruto? Kenapa harus putus?", tanya Guren.
"Huff. Sudah ku bilang tidak ada masalah apa-apa". Hinata tidak kuat lagi. Jika dia terus berada di situ, dia pasti akan menangis.
Hinata membalikkan badannya dan mulai melangkah meninggalkan teman-teman dan mantan pacarnya. Naruto sama sekali tak sanggup berkata-kata. Dia hanya diam.
"Kau tidak punya perasaan Hinata! Kenapa kau minta putus jika tidak ada masalah. Apa kau tidak sadar bahwa tindakanmu bisa membuat Naruto sedih?", Temari membentak Hinata.
Hinata menghentikan langkahnya namun tidak membalikkan badannya. "Itu bukan urusan kalian". Hinata pun melanjutkan langkahnya.
Setelah Hinata pergi, mereka berempat hanya tenggelam dalam diam. Bagaimana mungkin seorang gadis manis yang ramah seperti Hinata, bisa bertindak sedingin itu. Dan satu hal lagi, Hinata bahkan tidak memberitahu mereka kemana dia akan pindah.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
"Kau terlambat", ucap Naruto."Maaf. Aku harus menyiapkan dulu segala kebutuhan Hiashi, baru aku bisa menemuimu", jelas Sakura santai.
"Aku mohon hentikan ini semua Sakura", pinta Naruto yang sedikit kesal saat Sakura menyebut nama suaminya.
"Apa katamu? Aku tidak akan berhenti di tengah jalan", tegas Sakura.
"Kenapa kau harus melakukan semua ini?", tanya Naruto.
"Aku rasa semuanya sudah pernah ku jelaskan padamu. Aku akan membahagiakan ibuku yang telah menjadi single parent selama 7 tahun dengan cara apapun", jawab Sakura.
"Tapi kenapa harus dengan cara seperti ini? Kau bahkan tidak mencintai laki-laki itu Sakura. Kenapa kau tidak pernah memandangku? Aku . . . aku yang selalu mencintaimu", nada bicara Naruto meninggi.
"Memangnya apa yang bisa kau berikan untukku selain hatimu?", tanya Sakura sedikit menantang.
Naruto terdiam. Sakura benar. Apa yang bisa dia berikan untuk Sakura selain hatinya. Dia bahkan masih seorang pelajar yang belum mampu mencari uang sendiri.
"Bagaimanapun, aku melakukan ini dengan mengorbankan kebahagiaanku", lanjut Sakura.
"Mengorbankan kebahagiaanmu? Aku rasa kebahagiaan Hinata yang lebih tepat", Naruto menyela ucapan Sakura.
"Haha! Sejak kapan kau peduli dengan Nona Hyuuga yang manja itu?", giliran Sakura bertanya.
"Hinata itu gadis yang baik. Kalau tahu kejadiannya akan seperti ini, aku pasti sudah mengurungkan niat untuk membantumu", jawab Naruto.
"Jadi kau menyesal telah membantuku? Percuma saja Naruto. Semuanya sudah terlambat. Dan kutegaskan sekali lagi, aku tidak akan menyerah", kali ini suara Sakura juga ikut meninggi.
Naruto kemudian teringat kejadian saat Hinata memergoki dirinya dengan Sakura malam itu.
"Apa Hiashi-san tidak tahu tentang kejadian malam itu?", tanya Naruto cemas.
"Kau harus berterima kasih kepada pacarmu Naruto. Dia sama sekali tidak mengadukan kita. Aku benar-benar terkejut ketika tahu tentang hal itu", jawab Sakura yang sudah kembali tenang.
"Lalu kenapa dia pindah?", Naruto kembali bertanya.
"Tradisi Hyuuga. Para calon pewaris akan hidup jauh dari keluarganya sebelum mereka menjadi pewaris yang sah. Aku saja baru tahu tentang hal itu saat Hiashi membicarakan tentang rencana Hinata padaku", jawab Sakura santai.
"Pantas saja kau begitu santai. Kau benar-benar memanfaatkan kepolosan Hinata", ucap Naruto.
"Aku tidak memanfaatkannya. Dia sendiri yang mengambil keputusan. Dan percayalah Naruto. Ini adalah keputusan yang menguntungkan bagi kita berdua", jelas Sakura.
"Terserah padamu!". Naruto beranjak dari tempatnya.
Sakura juga tidak membuang-buang waktu untuk segera kembali ke kediaman Hyuuga. Dia sama sekali tidak merekap ulang pembicaraannya dengan Naruto.
Dia tidak peduli.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
Hinata sampai di tempat tinggal barunya. Sebuah flat sederhana yang sangat jauh berbeda dari kediaman Hyuuga. Tapi baginya ini sudah lebih dari cukup. Sebab dia hanya tinggal sendiri. Dia tidak membutuhkan tempat tinggal yang luas. Flat ini juga dekat dengan sekolah barunya. Paling dia hanya menghabiskan waktu 15 menit berjalan kaki ke sekolahnya.Setelah beberapa pelayan yang ikut mengantarnya membantu merapikan tempat tinggal barunya, mereka langsung pulang atas perintah Hinata. Dia sangat lelah, dan dia ingin istirahat. Karena besok, adalah hari pertama di sekolah barunya.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
Ini adalah awal yang baru. Dia tidak boleh terperangkap dalam masalah itu terus-terusan. Dia harus bangkit. Dan menurutnya, keputusannya untuk menjauh dari kediaman Hyuuga dan sekolah lamanya adalah yang paling tepat untuk saat ini. Dia harus mencari teman baru, suasana baru, dan mungkin kisah asmara baru.Scratch it!
Hinata mencoret kata-kata terakhir di pikirannya. Sepertinya dia belum siap untuk memulai hubungan baru dengan seorang cowok. Bisa dibilang masih trauma dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Tapi ya sudahlah. Sekarang saatnya berangkat ke sekolah.
Seragam sekolah barunya tidak jauh beda dengan seragamnya yang dulu. Warna yang dulu biru tua sekarang berwarna hitam pekat untuk blazernya. Kemeja masih putih seperti biasa dengan dasi berbentuk pita. Roknya juga hitam dengan garis-garis berwarna hijau tua. Rambut? Masih dengan style seperti biasa walau dia sudah jauh dengan ayahnya. Sepertinya Hinata enggan menggerai rambutnya.
Sepi sekali sarapan sendiri. Tapi mau bagaimana lagi. Jika sarapan semeja dengan orang-orang di kediaman Hyuuga, yang ada makanan dalam perutnya tidak tercerna dengan baik karena pasti akan keluar lagi.
"Yosh. Gambatte!", ucap Hinata sebelum melangkah keluar meninggalkan flatnya. Ini adalah hari yang cerah untuk berjalan kaki menuju ke sekolah.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
Seorang pemuda berlari-lari di sekitar koridor sekolah. Nafasnya yang ngos-ngosan tak membuatnya berhenti berlari. Seperti orang yang sedang dikejar setan atau mungkin segerombolan orang. Dia kemudian bersandar di salah satu dinding di ujung koridor. Dia merasa lega karena sudah terbebas dari siswi-siswi yang sedari tadi mengejar-ngejarnya. Sampai seorang siswi menyapanya dengan ramah."A-Ano . . .", kata gadis itu.
'Sial! Kenapa mereka banyak sekali?', pikir pemuda itu.
"Apa aku boleh bertanya di mana ruangan kepala sekolah?", tanya gadis itu lembut.
Pemuda itu mengangkat sebelah alisnya. 'Siswi baru ya', pikirnya.
Pemuda itu kemudian berdiri tegak dan memberitahukan arah yang ingin dituju siswi baru itu.
"Arigatou", ucap siswi baru itu sambil membungkuk dan kemudian berlalu.
Pemuda itu hanya tersenyum melihat gadis yang baru saja ditemuinya. Setidaknya gadis itu tidak menguber-ubernya seperti gadis-gadis yang lain. Dan tiba-tiba . . .
"Kyaaaaaaaa, Uchiha-kuuuuuuuun!".
Sepertinya perjuangan pemuda itu untuk menghindari gadis-gadis ini belumlah berakhir.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
"Nama saya Hyuuga Hinata. Senang berkenalan dengan Anda", Hinata memperkenalkan dirinya dengan sedikit membungkuk di kelas barunya. Salah satu tata krama yang dia pelajari di keluarga Hyuuga."Ini adalah teman baru kalian. Dia siswi baru di sekolah ini. Aku harap kalian bisa membantunya di kelas ini. Silakan duduk di sebelah gadis bercepol dua di dekat jendela sana", Orochimaru menunjukkan tempat duduk Hinata.
"Arigatou Sensei", ucap Hinata sebelum melangkah ke tempat duduknya.
Gadis bercepol dua yang menjadi teman sebangkunya langsung memberikan senyuman hangat begitu Hinata duduk di bangkunya.
"Hai! Perkenalkan, namaku Tenten", ucapnya seraya melambaikan tangannya pelan.
"Hinata", balas Hinata ramah.
Sekolah baru ternyata tidak terlalu buruk. Ini benar-benar awal yang bagus. Dia sudah mendapatkan teman di hari pertamanya. Namun Hinata tidak memperhatikan ke seisi kelas untuk melihat siapa-siapa saja yang menjadi teman sekelasnya. Dia sedang fokus memperhatikan pelajaran kimia yang dijelaskan oleh Orochimaru-sensei.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
Pada saat istirahat pertama.Dua orang pemuda sedang jalan berdua menuju ke arah kantin. Setiap mereka melangkahkan kakinya, siswi-siswi di sekitar mereka pada teriak-teriak tidak jelas. Seperti melihat super model atau super star yang sedang manggung.
"Uchiha-kuuuuuuuuuuuuuuuuuuun!".
Rasanya ingin saja ngebekep mulut mereka dengan karet ban supaya tidak berisik. Tapi kedua pemuda itu hanya melanjutkan langkah mereka tanpa menghiraukan gadis-gadis yang berteriak memanggil-manggil nama klan mereka. Dengan embel-embel 'kun' pula. Sok akrab.
Suasana di kantin selalu ramai pada saat seperti ini. Tentu saja. Memangnya mau di mana lagi mencari makanan kalau bukan di sini.
"Hey, Hinata. Kau suka tiramisu tidak?", tanya Tenten saat sedang memilih-milih makanan yang akan dibelinya.
"Mm. Lumayan", jawab Hinata.
Mereka tidak sadar dengan kehadiran dua pemuda di belakang mereka yang sedari tadi mencoba menghindari kerumunan gadis-gadis yang berkumpul untuk memberikan makanan kepada mereka dan . . .
BAAAAMMMM
"Kyaaaaaaaaa. Apa yang kau lakukan?", teriak seorang gadis berambut merah berkacamata kepada dua siswi yang masih melongo dan belum mampu mencerna apa yang sedang terjadi.
"Tidak perlu histeris seperti itu", ucap seorang pemuda yang menjadi korban dari keributan yang baru saja terjadi.
Sontak seluruh kantin menjadi hening saat mendengar ucapan pemuda itu. Hinata dan Tenten akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Mereka tidak sengaja menabrak salah satu dari dua pemuda Uchiha di hadapan mereka. Yang menjadi kasus di sini bukanlah itu. Tapi tiramisu milik Tenten yang mendarat dengan mulus di kemeja pemuda Uchiha itu.
"Dasar kau ini! Lihat apa yang kau lakukan! Kau membuat kemeja Sai-kun menjadi kotor!", lagi-lagi gadis berambut merah itu teriak sambil mendorong Tenten hingga dia terjatuh.
Hinata yang melihat temannya diperlakukan seperti itu tidak bisa tinggal diam. Kenapa dia yang harus sewot? Padahal bukan kemejanya yang kotor akibat tiramisunya Tenten.
"Kau ini yang apa-apaan!", ucap Hinata sambil mendorong gadis berambut merah itu.
Giliran gadis berambut merah itu yang melongo setelah mundur beberapa langkah akibat dorongan dari Hinata. Suasana di dalam kantin semakin hening. Tidak ada satu orang pun yang bersuara kecuali Hinata yang membantu Tenten untuk berdiri. Dan sebelum melangkah keluar dari kantin, dia ingat satu hal.
"Oh ya! Kau orang yang di koridor tadi pagi kan? Ini. Bersihkan kemejamu dengan ini", kata Hinata sambil menyodorkan selembar sapu tangan kepada pemuda yang bernama Sai itu.
Sai mengambil sapu tangan milik Hinata dan langsung membersihkan kemejanya seperti yang dikatakan oleh Hinata. Belum sempat Sai mengucapkan sesuatu, Hinata dan Tenten sudah berjalan keluar kantin dan meninggalkan suasana yang jarang terjadi di dalam kantin. Kegiatan di kantin kembali normal setelah dua pemuda Uchiha itu juga meninggalkan kantin. Entah kemana tujuan mereka selanjutnya.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
"Kau seharusnya tidak perlu melakukan itu Hinata", kata Tenten saat mereka keluar dari kantin dan menuju ke kelas.Hinata hanya mengernyitkan dahi. Dan Tenten tahu bahwa Hinata sedang bingung dengan ucapannya. Dia pun mulai menjelaskan apa yang ingin diketahui Hinata.
"Gadis berambut merah dan memakai kacamata tadi bernama Karin. Dia adalah siswi yang paling berpengaruh di sekolah ini. Tidak ada yang berani cari masalah dengan dia. Dan kau, baru saja mencari masalah dengannya Hinata", jelas Tenten yang membuat Hinata malah semakin bingung.
"Bukannya dia duluan yang mencari masalah denganmu? Lagipula mengapa dia melakukan hal itu kepadamu? Padahal kau kan tidak salah apa-apa padanya", tanya Hinata yang membutuhkan penjelasan lebih rinci dari Tenten.
"Memang seperti itu. Dia dan teman-temannya adalah 'Uchiha Safer'. Mencari masalah dengan Uchiha, berarti mencari masalah dengannya. Kau sudah tahu belum kalau pemilik sekolah ini adalah Uchiha?", Tenten bertanya balik.
"Uchiha? Sepertinya aku pernah dengar nama itu sebelumnya", kata Hinata.
"Mereka itu sangat terkenal di sekolah ini. Bukan hanya karena mereka adalah cucu dari pemilik sekolah, tapi juga karena ketampanan mereka. Yang kita tabrak tadi bernama Sai. Dan yang satu lagi bernama Sasuke. Setiap mereka muncul, pasti gadis-gadis langsung berteriak-teriak memanggil nama mereka", Tenten menjelaskan dengan panjang lebar.
Dari semua penjelasan Tenten barusan, hanya satu petunjuk yang mengingatkan Hinata dengan nama Uchiha. Jeritan gadis-gadis.
"Aku ingat! Uchiha adalah salah satu relasi Hyuuga", Hinata ingat dengan pesta di mana dia bertemu Sakura pertama kali. Wajahnya langsung berubah begitu mengingat kejadian itu.
"Apa kau juga tidak tahu kalau mereka itu sekelas dengan kita?", tanya Tenten lagi.
"Haa?", Hinata terkejut mendengar pertanyaan Tenten yang terakhir.
Sungguh suatu kebetulan.
.
/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\^o^/^o^\
.
"Ok class. Saatnya maju satu persatu ke depan untuk mempresentasikan tentang tugas kalian minggu lalu. Mendeskripsikan 'What is Boy?' bagi siswi dan 'What is Girl?' bagi siswa", jelas Kakashi saat memulai pelajaran Bahasa Inggrisnya."Ms. Hyuuga", panggilnya.
Hinata langsung sadar dari lamunannya yang sedari tadi terkagum-kagum melihat Kakashi-sensei. Tidak pernah ada guru setampan ini di sekolahnya yang dulu.
"Ya Sensei", sahut Hinata.
"Mengingat kamu adalah siswi baru, kamu mendapat dispensasi tidak ikut presentasi. Karena kamu belum memiliki persiapan", jelas Kakashi.
"Tidak apa-apa Sensei. Saya akan maju seperti yang lain", sela Hinata dengan percaya diri. Bagaimanapun kemampuan Bahasa Inggris Hinata tidak bisa disepelekan.
"Baiklah kalau begitu. Saya akan memanggil namamu di urutan terakhir. Supaya kamu bisa memiliki persiapan", Kakashi memberi solusi.
"Baik Sensei", balas Hinata semangat. Dia membuka buku catatannya untuk menuliskan sesuatu di sana. Deskripsi 'What is Boy?' tentunya.
Kakashi mulai memanggil nama siswa siswinya satu persatu. Baginya, meskipun Bahasa Inggris siswa siswinya sudah bagus, namun tidak ada deskripsi yang menarik dari apa yang mereka katakan.
"Uchiha Sai", panggilnya.
Hinata mengangkat kepalanya untuk melihat Sai maju ke depan dan memberikan deskripsinya. Entah kenapa Hinata berpikir bahwa dia bisa berteman baik dengan pemuda ini.
"Uchiha Sasuke".
Hinata memperhatikan dengan jelas orang yang sedang berjalan ke depan kelas ini. Meskipun dia dan Sai memiliki nama klan yang sama, namun mereka terlihat sangat berbeda. Aura Sasuke terlihat lebih mempesona dibandingkan dengan Sai. Jujur. Hinata belum pernah bertemu dengan pemuda setampan ini sebelumnya. Namun kekagumannya terhadap Sasuke luntur saat mendengar deskripsi yang diberikan oleh Sasuke.
"Girls are annoying", ucap Sasuke datar.
Hinata melongo. Tapi tidak dengan siswi yang lain. Mereka malah merasa bahwa Sasuke benar-benar 'Cool'. Hinata merasa kesal. Berani sekali dia mengatakan hal seperti itu. Hinata menutup buku di depannya dan melupakan semua deskripsi yang sudah dia hafal.
"Hyuuga Hinata", Kakashi memanggil namanya.
Hinata maju ke depan kelas dengan rasa kesal di dalam dadanya. Kakashi memberi sebuah anggukan yang menandakan Hinata sudah bisa mempresentasikan deskripsinya. Hinata menarik nafas panjang sebelum akhirnya mengeluarkan sebuah kalimat dari mulutnya.
"Boys are . . . troublesome", ucapnya.
Satu kelas melongo mendengar deskripsi Hinata.
Kakashi mengangkat sebelah alisnya. 'Menarik', pikirnya.
Hinata kembali ke tempat duduknya dengan menuai perhatian dari teman-teman sekelasnya. Hinata sweatdrop. Dia benar-benar tidak terbiasa diperhatikan oleh orang sebanyak ini.
"Finish!", kata Kakashi yang berhasil mengembalikan fokus seluruh siswanya kepada dirinya.
"Kelas selesai di sini. Tidak ada tugas untuk minggu depan, kecuali untuk Ms. Hyuuga dan Mr. Uchiha Sasuke", ucap Kakashi.
Hinata yang sedang sweatdrop dan Sasuke yang sedang bosan mendelik saat nama mereka disebut.
"Kalian berdua saya berikan tugas untuk mencari deskripsi lagi. Ms. Hyuuga mencari tahu tentang Mr. Uchiha Sasuke, dan begitu juga sebaliknya. At least, 20 numbers in English", Kakashi menegaskan tugas yang diberikannya khusus untuk Hinata dan Sasuke.
"Understand?", tanya Kakashi saat Hinata dan Sasuke tidak memberikan komentar.
"Tch", Sasuke hanya mendecak.
Hinata yang tambah sweatdrop cuma bisa mengangguk pelan.
"Good. So, class dismissed!", Kakashi mengakhiri pelajarannya tepat saat bel istirahat kedua berbunyi.
Hinata mengeluarkan sebuah notebook dari tasnya. Ini bukanlah tugas yang gampang. Dia bahkan bingung darimana harus memulai mengerjakan tugas pertamanya. Hinata menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Sasuke. Hinata terkejut. Ternyata Sasuke sedang memandangnya dengan tatapan dingin. Sangat dingin sehingga membuat Hinata bergidik ngeri. Mata dingin yang jauh berbeda dengan milik ayahnya. Hinata memalingkan wajahnya dan hanya bisa berpikir tentang satu hal.
Ini akan menjadi tugas yang sulit untuk diselesaikan.